B.A.T.U
Diposting oleh : AdministratorKategori: Pendidikan & Humaniora - Dibaca: 87 kali
[suluh.co.id] Jakarta, 09 Oktober 2023
BATU
Dalam analogi, batu selalu digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang keras, tak bergerak, diam, malas, dan tidak berperasaan. Misalnya, "hatinya keras seperti batu, bahkan lebih keras dari itu..."
Batu juga menjadi rujukan bagi sesuatu yang tidak melihat, tidak bertelinga, dan tidak dapat berbicara. Letaknya selalu di posisi bawah dalam struktur kehidupan, sebagian menonjol agar manusia dapat melihat rupanya. Batu umumnya terbenam jauh dalam tanah, dan dia berasal dari cairan panas bumi, yang apabila tiba saatnya meletus karena "kemarahan yang tak tertanggungkan", maka ia keluar dari mulut gunung-gunung yang gelisah, membawa bencana, hingga kemudian jatuh, dingin dan membeku.
Sebagian dari materi letusan itu tidak menjadi batu, tetapi berubah sebagai lapisan debu yang menyuburkan tanah. Dari debu ini, berkecambah biji-bijian, melahirkan tunas, yang kelak atas panduan matahari akan menjadi berbagai jenis tanaman yang bermanfaat. Ada yang memberi dari akarnya, ada dari batangnya, ada dari daunnya, dan ada yang dari buahnya.
Batu yang pecah menyediakan media kehidupan. Tapi api yang membatu akan menimbulkan kegersangan. Sudah menjadi perumpamaan bahwa hanya kerakap yang bisa tumbuh di atas batu.
Batu yang pecah menjadi debu akan mampu menyerap air dari bumi dan langit hingga ia menjadi "tanah yang subur".
Demikianlah yang dilakukan Musa kepada Bani Israel kaumnya, yang awalnya berhati batu, kemudian dengan tongkatnya ia pukulkan hingga keluarlah air dari masing-masing, dan setiap kaum tahu mengambil minuman dari batu yang mana. Batu-batu yang keras itu meminum dari petunjuk-petunjuk yang benar lagi menghidupkan jiwa.
Memang ada juga berbagai macam batu. Sebagiannya dipakai untuk bangunan, sebagian perhiasan. Ada batu berharga, ada batu mulia. Batu-batu itu jadi bahan rumah, perhiasan, ada juga jadi tempat pemujaan. Bahkan ada yang memuja batu.
Dari benda-benda yang keras itu, kita mengenal berlian, jamrud, giok, emas dan perak. Pada akhirnya, semua yang hidup akan mati dahulu sebelum kembali. Ada yang mati dalam keadaan kerikil, batu gamping, batu cadas, atau batu sungai. Tapi ada yang mati sebagai berlian, topas, batu giok, bahkan emas dan perak.
Seorang manusia yang berilmu memahami semua sifat batu ini, dan mereka mengambil manfaatnya sesuai sifat dan keadaannya. Mereka mendekatinya dengan benar, lalu mengolahnya menjadi hal terbaik sesuai yang mungkin diambil dari tiap-tiap batu itu. Tidak ada yang perlu dibuang, sebab semuanya telah dia saksikan sebagai bukti-bukti yang terang atas sesuatu yang nyata.
Dan dia telah melihat dari suatu tempat berdiri yang paling baik, bahwa tidak satu butir pasir pun sia-sia dalam kitab kejadiannya. Semua terbaca, dan dialah yang telah membaca atas nama Tuhannya. Selainnya, tidak dapat membaca, atau hanya melihat huruf-huruf saja. Mereka tidak memperhatikan tanda-tanda apapun, kecuali bernyanyi seperti beo, mengulang-ulang apa yang ia dengar dari tuan yang menindasnya.
#hatinyatelahmembatu
Tikwan Raya Siregar - FB

Isi Komentar :
|
|