AI vs Manual
Diposting oleh : AdministratorKategori: Iptek - Dibaca: 155 kali
[suluh.co.id] Jakarta, 21 Januari 2024
Seminggu ini saya mengobservasi paradoks yang menarik. The manual (skills) and the artificial (intelligent) era that overlapping each other in one timeline.
In the manual setting, saya membantu menghubungkan kebutuhan 2,000 tenaga kerja paling mendasar (unskilled and skilled, untuk ditraining menjadi tenaga kerja operator). Saya melihat setahun ini dan beberapa tahun ke depan akan membutuhkan 70,000 lebih tenaga kerja. Hanya di 1 kota saja.
In the artifical intelligent setting, saya sempat ngobrol dengan 2 bright minds dari MIT dan Harvard yang sedang mengerjakan project AI training untuk pekerja. Disertai debat sejauhmana AI akan menggantikan tenaga kerja manual? Ternyata hasil penelitian selama ini, AI tak akan sepenuhnya mengganti tenaga kerja. Dalam hal konteks puluhan tenaga kerja di atas, selama teknologi 3D belum sempurna dan masih terlalu mahal, maka tenaga manual masih berkontribusi dalam produktivitas masyarakat.
Yang menarik dari AI adalah kurikulum training (bahkan education) ke depan yang akan automated dan personalized. Low cost yet high efficiency karena tidak akan mengambil waktu seharian ratusan tenaga kerja untuk training in forum seperti yang terjadi sekarang ini.
AI workforce juga menciptakan predictability apakah skill seseorang itu akan sanggup memenuhi harapan atau tidak tanpa menunggu SP 1, 2, 3 (yang ini agak bahaya sih, menyeret kebijakan tenaga kerja kita ke "at will" arrangement. Tidak sesuai spirit proteksi tenaga kerja level bawah).
Jika skill kita saat ini masih bisa dipindahtugaskan pengerjaannya ke AI, maka pelajarilah skill yang lain. Saya perhatikan lulusan S1 ini nanggung sekali, ambigu.
Pasti sulit sekali ya melamar pekerjaan kesana kemari. Dan kalaupun diterima, mereka berada di barisan terdepan ketika layoff harus dilakukan.
So, lebih baik persiapkan 1 skill yang mumpuni. Bahkan untuk menjadi seorang entrepreneur sekalipun. pelajari 1 tapi mumpuni sehingga sulit untuk diganti/disaingi AI
Ingat ya, bahkan produsen yang buka lapak di e-commerce pun tak lepas dari pantauan AI untuk melihat barang yang paling laku untuk ditiru. Pengusaha asalnya bisa "terdepak" oleh alternatif barang lebih murah hasil peniruan atas dasar pantauan AI dan bangkrut.
Ini bukan untuk menakuti, tapi memperingatkan. Skill is more than just ijazah. Bukan cuma lulus sekolah.
Skills dibangun atas dasar disiplin dan perseverance .
Nuning Hallet - FB
Isi Komentar :
|
|