Ketika Betawi Berhaji
Diposting oleh : AdministratorKategori: SosBud & Indonesiana - Dibaca: 212 kali
[suluh.co.id] Jakarta, 19 Juni 2024
Ketika orang Betawi naik haji
Yang Naik Haji Satu Orang, Yang Nganterin Satu Kampung. Begitulah gambaran masyarakat Betawi jika ada yang pergi haji. Bagi orang Betawi, naik haji ke Tanah Suci adalah sebuah cita-cita.
cita-cita warga Betawi yang dikenal kuat memegang teguh agamanya, adalah naik haji ke Tanah Suci. Gairah warga Betawi menunaikan rukun Islam kelima itu bisa dilihat dari majelis-majelis taklim Habib Ali Kwitang, Assafiiyah, dan Attahiriyah yang selalu dipenuhi pengunjung dan tidak pernah lepas dari doa-doa agar para jamaahnya bisa menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Nabi Muhammad.
Bagi warga Betawi, sejak masa kecil ketika hendak ditidurkan, si ibu dengan kasih sayang bersenandung, "Ya Allah ya Rabbi, minta rezeki biar lebih, biar bisa pergi haji, ziarah ke kuburan Nabi". Senandung itu menjadi pengingat dari orang tua agar kelak mereka bisa menunaikan rukun Islam kelima.
Karenanya, tidak heran mereka yang akan menunaikan ibadah haji selalu dilepas dengan kebesaran. "Bang, jangan lupe ya name kita dipanggil-panggil di depan Kabah. Jangan lupe kirim salam kite juga pada Nabi Muhammad SAW. Semoga kite bisa ziarah."
Yang menyampaikan pesan ini bukan satu dua orang saja, bisa berpuluh-puluh orang. Entahlah, apakah yang dititipi pesan bisa mengingat nama mereka semua. Suasananya memang mengharukan. Karena mereka yang melepas keberangkatan keluarga, kerabat, atau tetangganya, mengucapkan kata-kata di atas sambil menangis.
Yang lebih mengherankan lagi, ada yang titip surat dalam amplop kepada Rasulullah. Maksudnya, agar disampaikan ke makam beliau. Kebiasaan di tempo dulu ini sampai sekarang masih berlangsung di daerah pinggiran, meskipun tidak banyak lagi. Karena bisa berabe bila ketahuan askar yang siang malam menjaga di makam Nabi.
Ada kebiasaan masa lalu yang sekarang ini sudah hampir dihilangkan, yakni menangisi calon haji ketika hendak berangkat. Menangisnya bukan sekadar menitikkan air mata, tapi hingga menggerung-gerung. Mungkin, ini karena saat pergi haji dulu perlu waktu berbulan-bulan. Bahkan, ada kalanya hitungan tahun.
Kalau sekarang dengan pesawat ditempuh dalam tempo sembilan jam, tidak demikian di masa lalu. Naik haji dengan kapal uap baru dimulai 1920. Sebelumnya, kapal layar harus singgah di banyak pelabuhan.
Bahkan, dengan kapal uap, pergi haji perlu waktu tiga-empat bulan baru kembali ke Tanah Air. Ini termasuk perjalanan Jakarta–Jeddah pulang pergi. Saat telekomunikasi masih minim, keluarga di Tanah Air tidak memperolah kabar bagaimana keadaan kerabatnya di Tanah Suci.
Pada 1970-an, terjadi booming minyak. Ketika itulah banyak warga Betawi menunaikan ibadah haji, terlebih dulu dengan cara menjual tanah atau terkena gusuran untuk proyek. Tak heran, saat itu muncul istilah ‘haji gusuran’.
Pemaknaan orang Betawi terhadap ibadah haji selaras dengan tradisi kental yang berkembang di dalamnya. Nilai-nilai kearifan lokalnya masih terjaga di tengah arus kota Jakarta yang metropolitan. Beragam tradisi dari kepergian orang yang akan pergi haji hingga penyambutan kepulangan mereka semarak dilakukan sanak saudara dan para tetangga.
Sebelum berangkat haji misalnya. Sanak-saudara serta tetangga diundang untuk menggelar acara maulid, tahlilan, mendengarkan ceramah ibadah haji dan makan bersama. Para tamu memberikan bekal berupa uang yang dapat digunakan sebagai bekal maupun ditinggalkan untuk kebutuhan di rumah.
Keluarga atau orang-orang di kampung sudah memaafkan dan mengikhlaskan kepergiannya. Itu sebabnya orang Betawi melepas keberangkatan beribadah haji dengan ekspresi kepasrahan dan suasana yang sakral.
Tradisi khas saat berhaji dalam masyarakat Betawi lainnya yakni menitipkan pas foto kepada orang yang akan berangkat haji. Tak asal titip. Tradisi ini sekaligus memberi pesan bahwa orang dalam foto tersebut minta didoakan di Tanah Suci agar pada tahun-tahun berikutnya bisa berangkat ke Tanah Suci...
Diolah dari berbagai sumber ...
#sejarahbetawi
#sejarahjakarta
#hajitempodoeloe
Isi Komentar :
|
|